MAJALAH KOMBINASI

Edisi 71: Media Komunitas Tanggap Bencana

Dibaca 2 Menit

Lima hari pascagempa bermagnitudo 7 yang mengguncang Pulau Lombok Nusa Tenggara Barat pada 5 Agustus 2018, seorang teman diminta memandu perwakilan suatu lembaga untuk mengecek kebutuhan komunikasi di lokasi bencana. Lembaga itu berencana memasang perangkat komunikasi di lokasi yang dianggap perlu supaya warga bisa terhubung dengan dunia luar.

Di Kabupaten Lombok Utara (KLU), listrik padam selama lebih dari tiga hari sehingga berdampak pada pasokan listrik ke Base Transceiver Station (BTS) milik penyedia layanan telekomunikasi. Sinyal komunikasi pun melemah. Jika sebelum gempa warga di Kaki Gunung Rinjani bisa berkomunikasi dengan dunia luar melalui telepon, aplikasi Whatsapp maupun media sosial lainnya, maka hingga hari ketiga pascagempa mereka sulit dihubungi. Di pos komando utama penanganan gempa di depan kantor Bupati KLU pun, sinyal telepon dan internet tidak stabil.

Berdasarkan pengalaman itu, teman tadi mengajak tamunya berkunjung ke salah satu desa. Namun sesampainya di lokasi, mereka menemukan bahwa pengeras suara di masjid yang tengah digunakan untuk shalat Jumat sudah menyala. Sinyal internet di ponsel pun hampir penuh. Mereka pun meninggalkan desa itu menuju lokasi lain. Sepanjang jalan mereka mengecek sinyal di ponsel masing-masing. Ketersediaan listrik rupanya telah memulihkan sinyal di sebagian besar wilayah.

Si tamu tersebut tampak sedikit kecewa karena ia harus kembali mencari area blankspot supaya perangkatnya bisa berguna. Perangkat yang sudah disiapkan itu adalah perangkat komunikasi berbasis satelit dengan kualitas baik yang dibawa dari luar negeri.

Akan tetapi, apakah dengan kembalinya sinyal berarti sudah tidak ada masalah komunikasi yang dihadapi warga terdampak gempa?

Komunikasi dalam penanganan bencana merupakan elemen yang penting. Dalam situasi darurat akibat bencana, terlebih dengan kerusakan infrastruktur yang parah, ketersediaan perangkat komunikasi darurat sangatlah vital. Oleh karena itu, pengembangan berbagai perangkat telekomunikasi untuk situasi darurat harus terus dilakukan. Namun, kejelian untuk melihat media dan metode komunikasi yang paling efektif bagi warga juga tak kalah penting. Dengan begitu, kita akan bisa menemukan kendala komunikasi yang dihadapi warga sehingga tidak hanya fokus pada penyediaan perangkat komunikasi tertentu yang belum tentu cocok dengan kebutuhan warga.

Kini ketika bencana terjadi di era ponsel, warga desa di kaki Rinjani pun telah terbiasa dengan ponsel. Seiring dengan pulihnya sinyal komunikasi, mereka tidak lagi terisolasi dari dunia luar. Namun, ketersediaan ponsel tidak lantas bisa menjamin mereka mendapat informasi yang dibutuhkan. Ada faktor lain yang tak kalah penting, yakni bagaimana perangkat itu bisa digunakan untuk mengelola informasi yang dibutuhkan warga. Pengelolaan informasi berbasis komunitas menjadi kunci.

Pada erupsi Gunung Merapi 2010, komunikasi antara warga terdampak yang membutuhkan bantuan dengan para donatur maupun pemerintah diwadahi dalam forum Jalin Merapi (Jaringan Informasi Lintas Merapi). Menggunakan beragam media yang dipandang relevan, Jalin Merapi menunjukkan bahwa pengelolaan informasi kebencanaan berbasis komunitas bisa mendukung pemulihan pascabencana.

Kini pascagempa 2018 di Lombok, kelompok warga di sejumlah desa menggunakan Facebook dan Whatsapp yang dikelola secara kolektif untuk menyebarkan informasi seputar dampak gempa. Ini adalah salah satu praktik media komunitas dengan memanfaatkan jenis media yang dipandang paling sesuai dengan situasi dan kondisi warga di desa-desa tersebut.

Melalui pengelolaan informasi kebencanaan berbasis komunitas, warga terdampak bisa terlibat aktif untuk memulihkan dirinya sendiri. Lalu lintas informasi yang lancar antara warga dengan pemerintah dan para pihak terkait merupakan salah satu faktor penting dalam menjamin keberhasilan penangananan pascabencana. Hal ini sudah terbukti dalam erupsi Merapi, dan akan berlaku juga bagi warga terdampak gempa di Lombok maupun Sulawesi Tengah.

Related posts
ARSIPMAJALAH KOMBINASI

Musim Gugur Panjang Demokrasi

Edisi ke-82, Juli 2024 Halo Kawan-kawan yang baik, Semester pertama di tahun ini barangkali penuh dengan amarah dan kekecewaan, namun apresiasi patut…
ARSIPMAJALAH KOMBINASI

Momentum Penuh Pelindungan Data Berkeadilan

Edisi ke-81, Desember 2023 Halo Kawan-kawan yang baik, Menjelang 2023 yang hendak usai, kami ingin kembali bercengkerama dengan Kawan-kawan sekalian melalui Nawala…
BERITA

Merumuskan Strategi Organisasi untuk Merespons Perubahan Sosial

Combine Resource Institution (CRI) kembali melakukan penyusunan perencanaan strategis (renstra) periode 2022-2025. Renstra ini bakal jadi pijakan untuk program-program kerja organisasi selama…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *