Combine Resource Institution (CRI) kembali menggelar Sekolah Sistem Informasi Desa (SSID) periode 2015 angkatan ke-2 pada tanggal 6-9 Oktober 2015 di kantor CRI, Bantul, Yogyakarta. Pelatihan kali ini diikuti oleh 14 perwakilan unsur pemerintah desa dan masyarakat dari 7 desa di Kabupaten Kebumen, yakni Desa Tambaharjo, Pesuningan, Sidoharum, Ampel Sari, Blater, Rowokele, dan Sidototo. Para pebelajar SSID terbagi menjadi 2 kelas, yakni Kelas Olah Data dan Kelas Jurnalisme Warga.
Setelah mendapatkan bekal teori tentang Jurnalisme Warga maupun Olah Data pada pelatihan hari pertama, (6/10), pebelajar mengunjungi 2 desa penerap Sistem Informasi Desa (SID) di Kabupaten Gunungkidul dan Bantul, Yogyakarta, (7/10). Desa Nglegi di Kecamatan Patuk, Gunungkidul menjadi desa pertama yang dikunjungi pebelajar SSID angkatan ke-2 ini. Di desa yang menjadi desa penerap SID pertama di Kabupaten Gunungkidul ini, pebelajar belajar tentang pemanfaatan SID untuk Analisis Kemiskinan Partisipatif (AKP). Disambut langsung oleh Kepala Desa Nglegi yakni Arifin, para peserta diajak untuk berdialog dan saling berbagi pengalaman dari desa masing-masing.
Dalam dialog tersebut, Arifin menjelaskan tentang pengalaman selama proses pendataan AKP yang melibatkan masyarakat di desanya. Pendataan tersebut bertujuan untuk menguatkan data BPS (Badan Pusat Statistik) yang telah ada. Kini, hasil pendataan AKP yang lebih valid dari data BPS itu digunakan sebagai rujukan dalam pengambilan keputusan.
“Pendataan ini bukan untuk mempengaruhi bantuan dari pemerintah, tapi untuk menguatkan data. (Biaya) 10 hingga 15 juta untuk membangun data yang valid kami rasa murah jika dibandingkan kebermanfaatannya”, ungkap Arifin saat berdiskusi dengan para pebelajar di Balai Desa Nglegi, (7/10).
Jika pebelajar di Kelas Olah Data belajar tentang pengolahan data di desa kunjungan, pebelajar di Kelas Jurnalisme Warga belajar menggali dan menulis informasi seputar desa kunjungan. Maka tak heran, pada kunjungan tersebut mereka belajar menggali informasi dengan mewawancarai sejumlah perangkat desa dan warga Desa Nglegi.
Idha Saraswati selaku pemateri dalam sesi Pengantar Jurnalisme Warga di Kelas Olah Data mengatakan, dalam konteks SID, jurnalisme warga berfungsi sebagai pengawas pemerintah desa dan partisipasi warga desa. Fungsi pengawasan dalam jurnalisme warga ini bertujuan agar warga bisa melakukan verifikasi berita dari pemerintah desa dengan fakta yang ada di lapangan. Sementara fungsi partisipasi membuka kesempatan bagi seluruh warga desa untuk berpartisipasi memperkaya data yang nantinya dikelola dalam SID.
“Berkaitan dengan peran, jurnalisme warga dalam SID berperan untuk mengelola dan mengemas data menjadi informasi yang mudah dipahami masyarakat serta mendistribusikan informasi pada warga. Esensinya adalah jurnalis warga menjadi jembatan yang menghubungkan antara warga negara dengan SID,” urai Idha Saraswati, (6/10).
Di hari yang sama, kunjungan belajar SSID dilanjutkan ke Desa Dlingo, Bantul. Di desa yang telah menerapkan SID sejak 2014 lalu itu, pebelajar belajar tentang pemanfaatan SID untuk mengembangkan potensi unggulan desa. Desa Dlingo sendiri telah memanfaatkan SID untuk mengembangkan potensi – potensi unggulan di desanya, terutama potensi wisatanya.
Melalui kunjungan belajar tersebut, baik pebelajar SSID angkatan 2 maupun pemerintah desa dan warga desa tujuan kunjungan dapat saling berbagi pengalaman dalam membangun desa. “Desa sebenarnya memiliki potensi luar biasa jika dikelola dengan maksimal. Melalui Sekolah SID ini, kami ingin belajar dari desa-desa lain dan juga Combine untuk mengembangkan desa kami nantinya,” demikian ungkapan salah satu pebelajar, (7/10). Kunjungan belajar ke desa penerap SID memang diharapkan dapat menginspirasi pebelajar untuk mengembangkan desa mereka menjadi desa yang mandiri dan lebih baik lagi. (AS/Ang.)