Pengawasan. Kata ini biasanya identik dengan mengamati obyek yang diawasi secara teliti, tajam, saksama. Kalau bicara tentang pemerintah pusat, maka melakukan pengawasan terhadap pemerintah pusat umumnya diartikan sebagai mengamati kebijakannya, korupsi tidaknya, kemampuan personelnya dan sebagainya.
Inilah momentum bagi media komunitas untuk mengambil peran penting. Yakni dengan menjalankan semangat dasar media komunitas: berjuang untuk dan bersama komunitas.
Melaksanakan pengawasan, dalam konteks pemerintahan, sebenarnya juga dapat dilakukan dengan melaporkan situasi dan kondisi di masyarakat. Tujuannya agar pemerintah tahu apakah kebijakannya sudah tepat sasaran, sesuai kebutuhan, dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat di semua pelosok. Hal ini juga merupakan bentuk pengawasan.
Pada pengertian pengawasan yang terakhir inilah media komunitas bisa mengambil peran. Idealnya memang fungsi media komunitas adalah menyuarakan kebutuhan dan kepentingan masyarakat melalui produksi dan distribusi informasi. Jadi bila ini dilakukan dengan konsisten, sesungguhnya fungsi pengawasan atau dalam teori pers akrab disebut “anjing penjaga” (watchdog) telah dilakukan.
Pertanyaannya, apakah media komunitas masih konsisten menjalankannya atau malah sudah mulai tertular virus media arus utama dengan lebih banyak menyebarkan ulang berita-berita dari luar ke komunitasnya? Atau rajin melakukan sosialisasi program pemerintah tanpa sebaliknya, merekam efek program tersebut di masyarakat lalu memberitakannya agar diketahui para pembuat program?
Kepemimpinan nasional yang baru telah terpilih. Meski ada riak-riak upaya merecoki pemerintahan baru oleh pihak yang kalah pilpres, toh presiden serta wapres terpilih terlanjur identik dengan harapan akan perubahan ke arah yang lebih baik lewat transparansi dan kebijakan berbasis kebutuhan masyarakat.
Bila kita mengamati sepak terjang media arus utama selama masa pilpres lalu, agaknya sulit berharap lagi peran pengawasan yang independen dari mereka. Inilah sebenarnya momentum bagi media komunitas untuk betul-betul mengambil peran penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dan tak sekadar dianggap “media alternatif” alias “bukan pilihan utama”. Caranya cukup dengan menjalankan semangat dasar media komunitas secara kon sisten: berjuang untuk dan bersama komunitas.