BERITA

Evaluasi JKPGK: Dari Soal HIV-AIDS Sampai Industri Rumah Tangga

Dibaca 1 Menit

Delapan dari sebelas pengidap HIV-Aids di Kabupaten Gunungkidul merupakan ibu rumah tangga. Jumlah tersebut berdasarkan temuan dari Dinas Kesehatan Kabupaten Gunungkidul yang dilansir pada pertengahan Februari lalu.

Pada temuan terbaru, tercatat ada 2 balita yang mengidap HIV-AIDS. Semuanya berasal dari Kecamatan Semanu.
Koordinator Kader Posyandu Kecamatan Tanjungsari, Gunungkidul, Sularti (43) sangat menyayangkan kejadian tersebut. Banyaknya ibu rumah tangga dan adanya balita yang terkena HIV-Aids per Februari 2013 di Gunungkidul diindikasi sebagai akibat ketidaktahuan keluarga terhadap penyakit itu.

“Mereka tidak tahu apa-apa. Mereka (ibu rumah tangga) cuma memasak dan mengrus rumah tapi kok kena HIV-Aids itu?. Dia merasa tidak ‘berhubungan’ dengan orang lain. Mungkin yang ‘berhubungan’ suaminya,” kata Sularti usai Diskusi Kelompok Terarah (DKT) I Evaluasi Jaringan Kelompok Perempuan Gunungkidul (JKPGK), di Radioline Pasar Argosari, Gunungkidul, Kamis (21/2).

Pada DKT yang juga disiarkan langsung via streaming itu, Sularti mengaku, sosialisasi penyakit menular sudah sering diadakan melalui forum perempuan. Pertemuan biasanya berlangsung pada tanggal 5, 12, dan 25 tiap bulannya. Segala macam persoalan seperti kekerasan dalam rumah tangga, pernikahan dini, dan persoalan putus sekolah juga dibahas.

“Ada pasukan gethok tular (PGT) juga di tiap wilayah,” kata Sularti.

Pasukan gethok tular ini menyebarkan pengetahuan lebih luas ke warga. Terutama bagi kalangan perempuan.

Sementara itu, pada evaluasi JKPGK yang dihadiri perwakilan dari masing-masing kecamatan se-Gunungkidul tersebut, terungkap bahwa banyak perempuan di Gunungkidul memulai usaha ekonomi alternatif. Salah satunya di Karangmojo yang meproduksi usaha makanan olahan pertanian.

Kelompok wanita tani mulai memanfaatkan pekarangan rumah untuk produksi jamu gendong dan instan. Jagung dan kedelai mulai diolah menjadi kripik.

“Jadi kalau pas ada rapat-rapat ndak usah beli makanan ringan. Tetapi kita produksi sendiri,” kata Ketua Kelompok Wanita Tani Ngunut Kidul, Kelor, Karangmojo, Saryati (40).

Bendahara JKPGK ini menjamin kualitas produk kelompoknya berani bersaing dengan produk yang sudah tenar duluan di pasaran. Cuma kemasan dan pemasaran saja yang masih keteteran. Kendati untuk produk jamu dan kripiknya sudah mengantongi izin Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT).

Dia berharap, setelah evaluasi kinerja JKPGK tersebut, bisa terwujud kerjasama antarpelbagai pihak untuk mendukung usaha yang telah dilakukan oleh kelompok perempuan di Karangmojo.

“Petani harus diberi kesempatan mengolah tanamannya sendiri. Kalau dijual mentah lakunya murah!” kata Saryati.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *